Senin, 07 September 2015

TAHAPAN PEMERIKSAAN PERKARA SEBELUM PERSIDANGAN
Adapun tahapan-tahapan pemeriksaan perkara sebelum persidangan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan awal :
a.    Memasukkan gugatan,
b.    Mendaftarkan gugatan (setelah biaya perkara dilunasi),
c.     Gugatan diberi nomer perkara kemudian diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama,
d.    Penetapan hari sidang,
e.    Panggilan pihak-pihak yang berperkara.
2. Persiapan Sidang:
a.    Setelah Ketua Pengadilan menerima gugatan, maka dia menunjuk Hakim yang ditugaskan untuk menangani perkara tersebut. Pada prinsipnya, pemeriksaan dalam persidangan dilakukan oleh Majlis Hakim. Ketua Pengadilan menunjuk seorang Hakim sebagai ketua majelis dan dua Hakim anggota.
b.    Hakim yang bersangkutan dengan surat ketetapan menentukan hari siding dan memanggil para pihak agar menghadap pada siding Pengadilan Agama pada hari sidang yang telah ditetapkan dengan membawa saksi serta bukti yang diperlukan (HIR pasal 121 ayat 1).
c.     Pemanggilan pihak yang berperkara dilakukanoleh jurusita. Surat panggilan tersebut dinamakan Exploit. Exploit beserta salinan surat gugatan diserahkan pada tergugat pribadi di tempat tinggalnya.
d.    Apabila tergugat tidak ditemukan, surat panggilan tersebut diserahkan kepada Kepala Desa yang bersangkutan untuk diteruskan kepda tergugat (HIR pasal 390 ayat 1).
e.    Apabila tergugat sudah meninggal, maka surat gugatan disampaikan pada ahli warisnya, dan apabila ahli warisnya tidak diketahui maka disampaikan pada Kepala Desa tempat tinggal terakhir
f.     Apabilat empat tinggal tidak diketahui, maka surat panggilan diserahkan pada Bupati untuk ditempelkan pada papan pengumuman di Pengadilan yang bersangkutan
g.    Pasal 126 HIR member kemungkinan untuk memanggil sekali lagi tergugat sebelum perkara diputus Hakim
h.    Setelahmelakukanpanggilan, jurusita harus menyerahkanrelaaspanggilan kepada Hakim yang akan memeriksa perkara yang bersangkutan. Relaas itu merupakan bukti bahwa tergugat telah dipanggil
i.      Padahari yang telah ditentukan siding pemeriksaan perkara dimulai, untuk itu dapat dikutip Bab tentang jalannya persidangan

TAHAPAN PEMERIKSAAN PERKARA SAAT PERSIDANGAN
1. Pembukaan Sidang
a.         Protokoler : “Sidang Pengadilan Agama Malang pada hari _______, 22 Agustus 2015 akan segera dimulai, Majelis Hakim memasuki ruang sidang, hadirin dimohon untuk berdiri”
b.        Majelis Hakim memasuki ruang sidang dan duduk sesuai posisi yang telah ditentukan, panitera sidang duduk di sebelah kanan ketua majelis agak ke belakang, protokoler sidang memberitahukan agar hadirin duduk kembali
c.         Setelah Majelis Hakim menempati tempat duduk masing-masing maka terlebih dahulu Majelis Hakim berdoa bersama/ sendiri. Setelah Majelis Hakim membaca doa, Ketua Majelis Hakim membuka sidang dengan “pada hari ini _____, 22 Agustus 2015 bertepatan dengan …………..H Pengadilan Agama Malang yang memeriksa perkara perdata kami menyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, sebelumnya marilah kita bacakan basmalah” lalu diikuti dengan ketukan palu sebanyak 3 kali
d.        Memasuki acara persidangan

2.  Jalannya Persidangan
Apabila persidangan berjalan lancar, maka jumlah persidangan lebih kurang 8 kali, yang terdiri dari siding pertama sampai putusan Hakim.
a.    Hakim memulai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada penggugat dan tergugat, yang meliputi:
·         Identitas penggugat, sebagai bukti menunjukkan KTP
·         Identitas tergugat, sebagai bukti menunjukkan KTP
·         Apa sudah mengerti maksud didatangkannya para pihak di muka sidang Pengadilan
b.    Hakim menghimbau agar dilakukan upaya perdamaian mediasi

P Pemahaman tentang perdamaian
Dalam pasal 1851 KUH Perdata dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan perdamaian adalah suatu persetujuan dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Tahap pertama yang harus dilaksanakan oleh Hakim dalam menyidangkan suatu perkara yang diajukan kepadanya adalah mengadakan perdamaian kepda pihak-pihak yang bersengketa. Peran mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa itu lebih utama dari fungsi hakim yang menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara yang diadilinya. Apabila perdamaian dapat dilaksanakan maka itu jauh lebih baik dalam mengakhiri suatu sengketa. Usaha mendamaikan pihak-pihak yang berperkara itu merupakan prioritas utama dan dipandang adil dalam mengakhiri suatu sengketa, sebab mendamaikan itu dapat berakhir dengan tidak terdapat siapa yang kalah dan siapa yang menang, tetap terwujudnya kekeluargaan dan kerukunan. Jika tidak berhasil didamaikan oleh Hakim, maka barulah proses pemeriksaan perkara dilanjutkan. Kewajiban hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang berperkara adalah sejalan dengan tuntutan ajaran Islam (Q.S. Al-Hujurat: Persetujuan perdamaian ini tidak sah melainkan harus dibuat secara tertulis. Kemudian dalam pasal 130 HIR dikemukakan bahwa jika pada persidangan yang telah ditetapkan kedua belah pihak yang berperkara hadir dalam persidangan, maka Ketua Majlis Hakim berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa tersebut. Jika dapat dicapai perdamaian maka pada hari persidangan hari itu juga dibuatkan putusan perdamaian dan kedua belah pihak dihukum untuk mentaati persetujuan yang telah disepakati itu. Putusan perdamaian yang dimuat di muka sidang itu mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dilaksanakan eksekusi sebagaimana layaknya putusan biasa yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan perdamaian ini tidak dapat diajukan banding kepengadilan tingkat banding.

Tenggang waktu proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari sejak pemilihan mediator dan dapat diperpanjang 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa 40 (empat puluh) hari.

Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

Syarat formal dalam upaya perdamaian
a.    Adanya persetujuan kedua belah pihak,
b.    Mengakhiri sengketa,
c.     Perdamaian atas sengketa yang telah ada,
d.    Bentuk perdamaian harus tertulis (putusan perdamaian dan akta perdamaian).

Berakhirnya mediasi akan membawa konsekuensi bagi para pihak sebagai berikut :
1.    Para pihak bebas menarik diri dari proses mediasi. Penarikan tersebut tidak menghilangkan beberapa konsekuensi yang timbul, misalnya keharusan untuk mengeluarkan biaya atau segala sesuatu yang telah disetujui, selama berjalannya diskusi-diskusi dalam mediasi.
2.    Jika mediasi sukses, para pihak memnandatangani akta perdamaian atau dokumen yang menguraikan beberapa persyaratan penyelesaian sengketa.

Kadang-kadang jika mediasi tidak berhasil pada tahap pertama, para pihak mungkin setuju untuk menunda mediasi sementara waktu. selanjutnya, jika mereka ingin meneruskan atau mengaktifkan kembali mediasi, hal tersebut akan memberikan kesempatan terjadinya diskusi-diskusi baru, yang sebaiknya dilakukan pada titik mana pembicaraan sebelumnya ditunda.

Pembacaan surat gugatan selalu oleh penggugat atau oleh kuasa hukumnya, kecuali kalau penggugat buta huruf atau menyerahkan kepada panitera sidang. Pada tahap ini perubahan gugatan diperkenankan berdasarkan Pasal 127 Rv berbunyi : “Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya. Dan oleh karena Pasal 127 Rv sendiri menegaskan melakukan perubahan gugatan adalah hak penggugat, berarti menurut hukum:
1.         Penggugat berhak mengajukan perubahan gugatan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara.
2.         Bukan meminta atau memohon izin atau perkenaan untuk melakukan perubahan gugatan.
3.         Perubahan gugatan tersebut dapat dilakukan apabila tidak bertentangan dengan azas-azas hukum secara perdata, tidak mengubah atau menyimpang dari kejadian materiil (Pasal 127 Rv; asal tidak mengubah atau menambah petitum, pokok perkara, dasar dari gugatan) Perubahan gugatan dilarang jika:
a.         apabila berdasarkan atas keadaan/fakta/peristiwa hukum yang sama dituntut hal yang lain (dimohon suatu pelaksanaan hal yang lain
b.         penggugat mengemukakan/mendalilkan keadaan fakta hukum yang baru dalam gugatan yang diubah.

Mengenai batas waktu perubahan gugatan terdapat tiga pendapat:
·      Batas Waktu Pengajuan Perubahan Gugatan Sampai saat perkara diputus. Maksudnya selama persidangan berlangsung penggugat berhak melakukan dan mengajukan perubahan gugatan. Menurut Prof. Asikin dalam putusan MA No.943 K/SIP/1987, 19 September 1987, terdapat penegasan yang memperbolehkan perubahan gugatan selama persidangan.
·      Batas waktu pengajuan pada hari sidang pertama. Penggarisan batas/jangka waktu pengajuan perubahan gugatan hanya boleh dilakukan pada hari sidang pertama yang disyaratkan para pihak harus hadir.
·      Sampai pada tahap Replik-Duplik. hal ini dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan para pihak. Dalam putusan MA.546 K/Sep/1970; menggariskan perubahan gugatan tidak dapat dibenarkan apabila tahap pemeriksaan sudah selesai, konklusinya sudah dikemukan dan kedua belah pihak telah memohon putusan.

Syarat perubahan gugatan
1.    Pengajuan perubahan pada siding pertama dihadiri tergugat. Syarat formil ini ditegaskan oleh MA yang menyatakan:
•       Diajukan pada hari siding pertama.
•       Para pihakhadir.
2.    Memberi hak kepada tergugat menanggapi. Syarat formi lini digariskan oleh MA yang menyatakan:
·        Menanyakan kepada tergugat tentang perubahan itu.
·        Memberi hak dan kesempatan untuk menanggapi dan membela kepentingannya
3.    Tidak menghambat acara pemeriksaan.

JawabanTergugat
Secara teknis pemeriksaan perkara di sidang pengadilan menjalani proses jawab-menjawab. Akan tetapi aturan main mengenai proses jawab-menjawab tidak dijumpai dalam HIR dan Rbg. Ketentuannya digariskan dalam pasal 142 Rv yang menegaskan para pihak dapat saling menyampaikan surat jawaban serta replik dan duplik. Jawaban tergugat ini dilakukan setelah proses perdamaian ditempuh, apabila Majelis Hakim tidak berhasil mendamaikan pihak yang berperkara, maka tahapan berikutnya adalah membacakan surat gugatan penggugat yang dilanjutkan dengan jawab-menjawab.
Dalam memberikan jawaban, tergugat harus berpedoman kepada ketentuan yang te rdapat dalam pasal 121 ayat (2) HRI/ Pasal 145 ayat (2) R.Bg jo. Pasal 132 ayat (1) HRI/ Pasal 158 ayat (1) R.Bg, yaitu dapat mengajukan jawaban secara lisan dan tulisan. Jawaban yang diajukan kepada terguat secara tertulis dijadikan sebagi bagaian dari berita acara dengan meronvoi hal-hal yang tidak perlu, sedangkan yang diajukan secara lisan maka Panitera sedang mencatat jawaban tergugat tanpa adanya gambaran dialog antara Majelis Hakim dengan tergugat, karna tidak ditemukan dasar yang memberikan kesempatan kepada majelis Hakim untuk mengadakan Tanya jawab sebagai perpanjangan tangan dari gugatan penggugat sebab tidak pada tempatnya Majelis hakim menanyakan kepada tergugat mengenai gugatan penggugat.
Pasal 121 ayat (2) HIR jo. Pasal 145 ayat (2) RBg menentukan bahwa pihak tergugat dapat menjawab gugatan penggugat baik secara tertulis maupun lisan. Namun dalam perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara tertulis.

Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
      Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara, yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi.
      Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principale)Jawaban mengenai pokok perkara dapat dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
1.       Jawaban tergugat berupa pengakuan, Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan penggugat, baik sebagian maupuan seluruhnya. Pengakuan merupakan jawaban yang membenarkan isigugatan.
2.       Jawabantergugatberupabantahan, Bila tergugat membantah, maka pihak penggugat harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada dasarnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak.

Replik-Duplik
Replik berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi replik berarti kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat dalam perkara perdata (JTC simoramgkir,cs 1980 :148),. Sebagaimana halnya jawaban, maka replik juga tidak di atur di dalam HIR/RBG akan tetapi dalam pasal 142 reglemen acara perdata.

Replik biasanya berisi dalil-dalil atau hak hak tambahan untuk menguatkan dalil dalil gugatan penggugat. Penggugat dalam replik ini dapat mengemukakan sumber sumber kepustakaan, pendapat pendapat para ahli, doktrin, kebiasaan, dan sebagainya. Peranan yurisprudensi sangat penting dalam repliek, mengigat kedudukanya adalah salah satu dari sumber hokum.Untuk menyusun replik biasanya cukup dengan mengikuti poin poin jawaban tergugat.
Tahapan ini juga biasanya juga disebut tahap jawab-berjawab, baik antar pihak maupun antara hakim dan pihak.

Hal yang perlu diingat pada tahap ini adalah:
a.    Tergugat selalu mempunyai hak bicara terakhir.
b.    Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant dengan hukum. Begitu pula replik duplik dari pihak.
c.     Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui dan izin dari ketua majelis.
d.    Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum atau policy arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majelis.

Tergugat juga menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat terhadap replik tergugat. Antara penggugat dan tergugat saling jawab-menjawab.Tergugat selalu mempunyai hak bicara terakhir. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak. Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak ataupun dari hakim, harus melalui dan izin dari ketua majelis. Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum arahnya sidang, selalu oleh hakim ketua majelis. Bilamana pihak-pihak dan hakim tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat.



DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI 2007
Dewi,s.h.,m.h, Implementasi Perma No.01/2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Ppt. Akses 13 04 2011
Febby, mutiara Nelson. Gugatan. Fak, Hukum,UI. Ppt-pdf. Akses 13 04 2011
Rasyid, roihan. Hukum Acara Peradilan Agama. 2012. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata. 2009. Sinar Grafika, Jakarta.
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung: Binacipta, 1989)hal. 85

R. Soeroso, S.H., Tata Cara dan Proses Persidangan, 2006, SinarGrafika, Jakarta