Kamis, 30 Mei 2013

Kasasi

ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI

1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.

Tidak berwenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa   terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang  diminta dalam surat gugatan.

2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
 
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.

3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah eksekutorial (Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa)


Tenggang Waktu:
Pemohon Kasasi: 14 hari
Termohon Kasasi: 14 hari

PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI

Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi.

Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas.

Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan.

Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan kasasi.

Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari.

Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.

Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung.

Pemeriksaan di Tingkat Kasasi (Tata Usaha Negara)

PEMERIKSAAN DI TINGKAT KASASI

Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.

Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika permohonan kasasi telah menggunakan upaya hukum banding. Permohonan kasasi dapat diajukan oleh pihak yang bersengketa atau wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu dalam sengketa Tata Usaha Negara yang telah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara .

Alasan-alasan yang dapat dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah :

Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang atau telah melampaui batas wewenangnya dalam memeriksa dan memutus sengketa yang bersangkutan
Pengadilan telah salah di dalam menerapkan hukum atau telah melanggar hukum yang berlaku
Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang telah diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan putusan yang bersangkutan.
Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang telah memutus sengketanya pada tingkat pertama, dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan atau penetapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang dimaksudkan diberitahukan kepada pemohon. Apabila  tenggang waktu 14 hari tersebut telah lampau tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan kepada pihak-pihak yang bersengketa, maka pihak yang bersengketa dianggap telah menerima putusan tersebut. Setelah pemohon membayar biaya perkara, panitera mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar perkara pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas sengketa. Kemudaian selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus sengketa tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.

Dalam permohonan kasasi, pemohon wajib menampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan tersebut dicatat dalam buku daftar. Selanjutnya panitera memberikan tanda terima atas pemerimaan memori kasasi dan menyampaikan salinan memori kasasi tersebut  pada pihak lawan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari. Sebaliknya pihak lawan berhak pula mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada panitera yang bersangkutan dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi tersebut. Setelah menerima memori kasasi dan jawabannya, panitera yang bersangkutan mengirimkan permohonan  kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi serta berkas sengketa ke Mahkamah Agung dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari.

Setelah permohonan kasasi dan berkasnya diterima oleh Mahkamah Agung, Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar,  dengan membubuhkan nomor urut menurut tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya dan melaporkannya kapada Mahamah Agung.

Dalam hal permohonan kasasi ingin mencabut kembali permohonannya, hal tersebut dilakukan sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung. Dan apabila permohonan kasasi tersebut telah dicabut, pemohon tidak dapat mengajukan kembali, walaupun tenggang waktu untuk mengajukan permohonan kasasi belum habis. Apabila pencabutan kembali tersebut dilakukan sebelum berkas perkaranya dikirim ke Mahkamah Agung, maka berkas perkara tersebut tidak perlu lagi diteruskan ke Mahkamah Agung.

Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dengan alasan pengadilan yang telah memutus perkara tersebut tidak berwenang atau telah melampaui batas kewenangannya, maka Mahkamah Agung menyerahkan sengketa tersebut kepada pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Sebaliknya jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dengan alasan pengadilan yang memeriksa dan memutus sengketa tersebut telah salah menerapkan atau telah melanggar hukum yang berlaku atau lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, maka Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutus sendiri sengketa yang dimohon kasasi tersebut.

Salinan putusan Mahkamah Agung terhadap sengketa yang dimohon kasasi tersebut dikirimkan kepada ketua pengadilan yang memeriksa dan memutus sengketa tersebut pada tingkat pertama. Salinan putusan Mahkamah Agung tersebut oleh pengadilan tingkat pertama tadi diberitahukan kepada kedua belah pihak yang bersengketa selambat-lambatnya 30 hari setelah putusan dan berkas sengketa diterima kembali oleh Pengadilan tingkat pertama tersebut (Pasal 53 UMA). Yang dimaksud pengadilan tingkat pertama pada umumnya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali untuk sengketa Tata Usaha Negara yang menurut peraturan perundang-undangan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administratif, maka pengadilan tingkat pertama adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.


Secara ringkas proses pengajuan permohonan Kasasi sebagai berikut:

1. Pemohon membayar panjar biaya kasasi (berdasarkan penetapan Ketua PTUN)
2. Permohonan Kasasi diajukan secaratertulis/ Buat Akta Pernyataan Kasasi.
3. Kasasi diajukan dalam waktu 14 hari sejak putusan Banding diberitahukan/ diterima para pihak;
4. Selambat-lambatnya 7 hari setelah Permohonan/Pernyataan Kasasi, Panitera (Panmud Perkara) harus sudah memberitahukan secara tertulis Permohonan tersebut ke pihak lawan (Buat relaas pemberitahuan)
5. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak pernyataan kasasi diajukan, Memori Kasasi sudah harus diterima di Kepaniteraan Pengadilan TUN (Buat tanda terima Memori Kasasi);
6. Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari salinan Memori Kasasi disampaikan kepada pihak lawan, dengan membuat relaas pemberitahuan;
7. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah disampaikan Memori Kasasi, Jawaban Kontra Memori Kasasi sudah harus diterima di Kepaniteraan Pengadilan TUN (Buat tanda terima Kontra Memori Kasasi), dan buat relaas pemberitahuan dilampiri dengan Kontra Memori Kasasi;
8. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah Jawaban Kontra Memori Kasasi diterima, wajib diberikan kesempatan kepada para pihak “Inzage” (dituangkan dalam akta) dan membuat relaas pemberitahuan (Melihat/mempelajari berkas) ke para pihak;
9. Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari sejak Kontra Memori Kasasi diterima berkas perkara (Bundel A dan B) dikirim ke Panitera Mahkamah Agung RI, dengan membuat relaas pemberitahuan ke para pihak.

Upaya Hukum

Jenis-jenis Upaya Hukum
Upaya Hukum Biasa meliputi Perlawanan (verzet), banding dan kasasi
Upaya Hukum Luar biasa meliputi Peninjauan kembali (civil request) dan perlawanan pihak ke tiga (derden verzet).

Perlawanan (verzet)
Perlawanan adalah upaya terhadap putusan yang dijatuhkan pengadilan karena tergugat tidak hadir pada persidangan pertama (putusan verstek).


Kepada pihak yang dikalahkan serta diterangkan kepadanya bahwa ia berhak mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan tak hadir itu kepada pengadilan itu.

(pasal 125 (3) HIR / 149 (3) RBG dan pasal 153 (1) HIR / 129 (1) RBG)




B A N D I N G
Dasar Hukum:pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura) dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura). Kemudian berdasarkan  pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (UU-Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura

TENGGANG WAKTU MENGAJUKAN BANDING
 
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir, atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir.

Urutan banding yaitu:

1. ada pernyataan ingin banding
2. panitera membuat akta banding
3. dicatat dalam register induk perkara
4. pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.
5. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat mengajukan kontra memori banding.


Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan diucapkan, atau setelah diberitahukan, dalam hal putusan tersebut diucapkan diluar hadir.

Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut diatas, tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan Panitera, bahwa permohonan banding telah lampau.

Pernyataan banding dapat diterima, apabila panjar biaya perkara banding yang ditentukan telah dibayar lunas.Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar lunas, maka Pengadilan wajib membuat akta pernyataan banding, dan mencatat permohonan banding tersebut dalam Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding.


Permohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari harus telah disampaikan kepada lawannya. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat, dan salinannya disampaikan kepada masing-masing lawannya, dengan membuat relas pemberitahuan/ penyerahannya.

Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi, harus diberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta.

Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi. Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi harus disampaikan melalui Bank Pemerintah atau Kantor Pos, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan.


Dalam menentukan biaya banding harus diperhitungkan:

a. biaya pencatatan pernyataan banding,
b. besarnya biaya banding yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi,
c. biaya pengiriman uang melalui Bank/Kantor Pos,
d. ongkos kirim berkas,
e. biaya pemberitahuan, berupa:
biaya pemberitahuan akta banding.
biaya pemberitahuan memori banding.
biaya pemberitahuan kontra memori banding.
biaya pemberitahuan memeriksa berkas bagi pembanding.
biaya pemberitahuan memeriksa berkas bagi terbanding.
biaya pemberitahuan bunyi putusan bagi pembanding.
biaya pemberitahuan bunyi putusan bagi terbanding.

 Pendaftaran Banding

Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada  meja/loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan banding.

Permohonan banding dapat diajukan di kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.

Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan panitera bahwa permohonan banding telah lampau.


 Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar tunas maka pengadilan wajib membuat akta pemyataan banding dan mencatat permohonan banding tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan banding.

Permohonan banding dalam waktu 7 hari kalender harus telah disampaikan kepada lawannya, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding.


Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan banding, kemudian salinannya disampaikan kepada masing- masing lawannya dengan membuat relaas pemberitahuan/ penyerahannya.

Sebelum berkas perkara dikirim ke pengadilan tinggi harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage) dan  dituangkan dalam Relaas.


Dalam waktu 30 hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.

Biaya perkara banding untuk pengadilan tinggi harus disampaikan melalui Bank pemerintah/kantor pos, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan.


Pencabutan permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pembanding (harus diketahui oleh prinsipal apabila permohonan banding diajukan oleh kuasanya) dengan menyertakan akta panitera.

Pencabutan permohonan banding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

K A S A S I
ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN KASASI

Tidak berwenang atau melampaui batas   wewenang.

Tidak berwenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa   terjadi bila pengadilan mengabulkan gugatan melebihi yang  diminta dalam surat gugatan.

Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
 
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat dilakukan oleh judex facti.

Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah eksekutorial (Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa)


Tenggang Waktu:

Pemohon Kasasi: 14 hari
Termohon Kasasi: 14 hari

PROSEDUR MENGAJUKAN PERMOHONAN KASASI

Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi.

Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas.

Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan.

Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan kasasi.

Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari.

Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi dalam tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi.

Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung.
PENINJAUAN KEMBALI
Upaya hukum peninjauan kembali (request civil) merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan baik dalam tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inracht van gewijsde).

Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi).

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., merupakan upaya hukum terhadap putusan tingkat akhir dan putusan yang dijatuhkan di luar hadir tergugat (verstek), dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan.

ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI
( pasal 67 UU No. 14/1985, jo Per MA No. 1/1982).

Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.

Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan.

Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut.


Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatannya, telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain.

Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya.

Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Tenggang Waktu (Pemohon PK) : 180 hr
Ad.1: semenjak putusan diberitahukan.
Ad.2: dihitung sejak ditemukannya surat bukti baru tsb dimana hari dan tgl. Dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pihak yang berwenang.
Ad.3,4,5 dan 6 : sejak pts mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan diberitahukan kepada para pihak.

Tenggang Waktu Termohon PK (ps.72 UU No.14/1985) 30  hari setelah ada pemberitahuan.


PROSEDUR PENGAJUAN
PERMOHONAN KEMBALI

Permohonan kembali diajukan oleh pihak yang berhak kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama.

Membayar biaya perkara.

Permohonan Pengajuan Kembli dapat diajukan secara lisan maupun tertulis.


Bila permohonan diajukan secara tertulis maka harus disebutkan dengan jelas alasan yang menjadi dasar permohonannnya dan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat pertama (Pasal 71 ayat (1) UU No. 14/1985)

Bila diajukan secara lisan maka ia dapat menguraikan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan atau dihadapan hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan Negeri tersebut, yang akan membuat catatan tentang permohonan tersebut (Pasal 71 ayat (2) UU No. 14/1985)


Hendaknya surat permohonan peninjauan kembali disusun secara lengkap dan jelas, karena permohonan ini hanya dapat  diajukan sekali.

Setelah Ketua Pengadilan Negeri menerima permohonan peninjauan kembali maka panitera berkewajiban untuk memberikan atau mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan pemohon paling lambat 14 hari dengan tujuan agar dapat diketahui dan dijawab oleh lawan (pasal 72 ayat (1) UU No. 14/1985)


Pihak lawan hanya punya waktu 30 hari setelah tanggal diterima salinan permohonan untuk membuat Kontra Memori PK  bila lewat maka jawaban tidak akan dipertimbangkan (pasal 72 ayat (2) UU No. 14/1985).

Kontra Memori PK  diserahkan kepada Pengadilan Negeri yang oleh panitera dibubuhi cap, hari serta tanggal diteimanya untuk selanjutnya salinan jawaban disampaikan kepada pemohon untuk diketahui (pasal 72 ayat (3) UU No. 14/1985).

Permohonan peninjauan kembali lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya dikirimkan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 hari (pasal 72 ayat (4) UU No. 14/1985).

Pencabutan permohona PK dapat dilakukan sebelum putusan diberikan, tetapi permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan satu kali (pasal 66 UU No. 14/1985).
DERDEN VERZET (Perlawanan Pihak Ke Tiga)
Mnrt ps. 1917 KUHPerdata : putusan hakim hanya mengikat para  pihak yg berperkara.

Ps. 378 Rv: Pihak ke-3 yg merasa dirugikan oleh pts aquo dapat mengajukan perlawanan.

Ps.382 Rv bila perlawanan dikabulkan maka pts tsb. Direvisi sepanjang kerugian pihak ke-3 tsb.


Perlawanan thd CB, RB dan Sita Eksekusi hrs diajukan Pemilik ke Pengadilan Negri yang secara nyata menyita (ps. 195 (6) HIR, ps.206 (6) Rbg).

Perlawanan tidak menunda Eksekusi, namun bila ada alasan yang essensil maka KPN harus menunda.


Putusan hakim dalam perkara perdata

Pengertian
Drs. H.A. Mukti Arto, SH. Memberi definisi terhadap putusan, bahwa : "Putusan ialah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan.

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.,  Putusan hakim adalah : “suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”.

Kesimpulannya adalah :
Suatu putusan hakim merupakan suatu pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau supaya jangan melakukan suatu perbuatan  yang harus ditaati.

Jenis-jenis Putusan
Menurut bentuknya penyelesaian perkara oleh pengadilan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
Putusan / vonis : Suatu putusan diambil untuk memutusi suatu perkara
Penetapan / beschikking : suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan “yuridiksi voluntair”


Sedangkan menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua macam pengolongan putusan yakni :
Putusan Sela ( Putusan interlokutoir)
Putusan Akhir

Putusan Sela
Adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.

 Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu :

Putusan Preparatoir, putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir

Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir

Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.

Putusan provisional, putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.

Contoh Putusan Sela
penggugat yaitu penyewa rumah mengajukan gugatan perdata terhadap tergugat yang telah merusakkan atap rumah sewaan, sedangkan waktu itu adalah musim hujan. Oleh karena itu, hakim diminta segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat dihukum untuk segera memperbaiki atap rumah yang rusak.


Contoh lain, yaitu seorang istri yang mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Seorang istri mohon agar diperkenankan untuk meninggalkan tempat tinggal bersama selama proses berlangsung. Hakim yang memeriksa akan menjatuhkan putusan sela atas permohonan untuk meninggalkan tempat tinggal bersama tersebut. Putusan provisional selalu dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Pasal 180 HIR).
Putusan Akhir
 Adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA.

Macam-macam putusan akhir adalah sbb. :
Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata, misalnya menerangkan bahwa A adalah ahli waris dari B dan C.

Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya putusan yang menyatakan seseorang jatuh pailit.

Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman, misalnya pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan yang ada diatasnya untuk membayar hutangnya.

Kekuatan Putusan
Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu.

 Jenis-jenis Kekuatan Putusan yaitu :

1.   Kekuatan Mengikat
Kekuatan mengikat ini karena kedua pihak telah bersepakat untukmenyerahkan kepada pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka, maka dengan demikian kedua pihak harus tunduk terhadap putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim.

2.   Kekuatan Pembuktian
Putusan pengadilan yang dituangkan dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti oleh kedua pihak apabila diperlukan sewaktu – waktu oleh para pihak untuk mengajukan upaya hukum.

 3.   Kekuatan Executorial
Putusan hakim atau putusan pengadilan adalah kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa oleh para pihak dengan bantuan  alat – alat negara terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela.

Asas Putusan Hakim
Dalam Pasal 178 H.I.R, Pasal 189 R.Bg. wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi tugas untuk  selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan oleh undang-undang, agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum.

Agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum, maka  putusan tersebut harus :

1.  Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
Artinya harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup, memuat dasar dasar putusan, serta menampilkan pasal  dalam peraturan undang – undang tertentu yang berhubungan dengan perkara yang diputus, serta berdasarkan sumber hukum lainnya, baik berupa yurisprudensi, hukum kebiasaan atau hukum adat baik tertulis maupun tidak tertulis. Bahkan menurut pasal 178 ayat (1) hakim wajb mencukupkan segala alasan hukm yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara.


2.  Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (2) H.I.R., Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan Pasal 50 Rv. Yakni, Hakim dalam setiap keputusannya harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi tuntutan dan mengabaikan gugatan selebihnya. Hakim tidak boleh hanya memeriksa sebagian saja dari tuntutan yang diajukan oleh penggugat.


3.   Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Menurut asas ini hakim tidak boleh memutus melebihi gugatan yang diajukan (ultra petitum partium). Sehingga menurut asas ini hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugatan dianggap telah melampaui batas kewenangan atau ultra vires harus dinyatakan cacat atau invalid, meskipun hal itu dilakukan dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (3) H.I.R., Pasal 189 ayat (3) R.Bg. dan Pasal 50 Rv.


4.   Diucapkan di Muka Umum
Prinsip putusan diucapkan dalam sidang terbuka ini ditegaskan dalam Undang undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20. Hal ini tidak terkecuali terhadap pemeriksaan yang dilakukan dalam sidang tertutup, khususnya dalam bidang hukum keluarga, misalnya perkara perceraian, sebab meskipun perundangan membenarkan perkara perceraian diperiksa dengan cara tertutup.


Dalam pasal 34 ayat (1) PP No. 9 tahun 1975 menegaskan bahwa putusan gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sehingga prinsip keterbukaan ini bersifat memaksa (imperative), tidak dapat dikesampingkan, pelnggaran terhadap prinsip ini dapat mengakibatkan putusan menjadi cacat hukum.

Susunan dan Isi Putusan Pengadilan
Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai asas yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat.
Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR , Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004.

Menurut ketentuan undang undang, setiap putusan harus memuat hal- hal sebagai berikut :

1.  Kepala Putusan
Suatu putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut.


2.   Identitas pihak yang berperkara
Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.


4.   Pertimbangan atau alasan-alasan
Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu  pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.
Pasal 184 HIR/195 RBG menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.



4.   Amar atau diktum putusan
Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu. Dalam diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok perselisihan.


5.   Mencantumkan Biaya Perkara
Pencantuman biaya perkara dalam putusan diatur dalam pasal 184 ayat (1) H.I.R dan pasal 187 R.Bg., bahkan dalam 183 ayat (1) H.I.R. dan pasal 194 R.Bg. dinyatakan bahwa banyaknya biaya perkara yang dijatuhkan kepada pihak yang berperkara.


Jawaban Gugatan, Replik & Duplik

Jawaban Tergugat
Terdiri dari 3 macam :

  1. Eksepsi atau tangkisan yaitu jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara.
  2. Jawaban tergugat mengenai pokok perkara (verweer ten principale)
  3. Rekonvensi yaitu gugatan balik atau gugat balas yang diajukan tergugat kepada penggugat.



Eksepsi Menurut HIR

Eksepsi Kewenangan Relatif/Kewenangan nisbi
Diatur dalam Pasal 133 HIR
menurut ketentuan pasal 118 HIR jika tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri ia dapat mengajukan tangkisan supaya pengadilan negeri itu menyatakan tidak berwenang untuk mengadilinya , dengan ketentuan bahwa tangkisan itu harus diajukan segera pada sidang pertama, pernyataan itu tidak akan diperhatikan lagi, kalau tergugat telah mengemukakan jawaban atas pokok perkara.
Contoh eksepsi kewenangan relatif :
Gugatan yang diajukan oleh pengugat salah alamat atau keliru karena yang berwenang untuk mengadili perkara tersebut adalah pengadilan negeri jakarta timur, bukan pengadilan negeri Jakarta selatan.

Eksepsi Kewenangan Absolut
Diatur dalam pasal 134 HIR
Apabila persengketaan itu adalah suatu perkara yang tidak termasuk wewenang pengadilan negeri untuk mengadilinya, maka pada setiap saat dalam pemeriksaan perkara itu tergugat dapat mengajukan tangkisan supaya pengadilan negeri menyatakan tidak berwenang mengadili perkara itu dan pengadilan negeri karena jabatannya harus pula menyatakan bahwa tidak berwenang mengadili perkara itu.
Contoh eksepsi kewenangan absolut
Misalnya perkara perceraian, bagi orang yang beragama islam bukan wewenang pengadilan negeri melainkan wewenang pengadilan agama.
Sebaliknya perceraian antara seorang suami yang beragama islam dengan istri yang beragama kristen merupakan wewenang pengadilan negeri bukan pengadilan agama.

The other exeptions are :
Eksepsi bahwa persoalan yang sama telah pernah diputus dan putusannya telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Eksepsi bahwa persoalan yang sama sedang diperiksa oleh pengadilan negeri yang lain atau masih dalam taraf banding atau kasasi.

Eksepsi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kualifikasi/sifat untuk bertindak.

EKSEPSI DILATOIR yaitu menyatakan bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan karena penggugat telah memberikan penundaaan pembayaran.

EKSEPSI PEREMTOIR yaitu eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan karena gugatan telah diajukan lampau waktu atau kadaluarsa atau utang yang menjadi dasar gugatan telah dihapus.

Bila eksepsi ditolak ?
Eksepsi ditolak karena tidak beralasan, maka dijatuhkan putusan sela dan dalam putusan tersebut sekaligus diperintahkan agar kedua belah pihak melanjutkan perkara tersebut. Selanjutnya pokok perkara diperiksa.

Jawaban terhadap pokok perkara

Pengakuan
Adalah jawaban yang membenarkan isi gugatan, artinya apa yang digugat terhadap tergugat diakui kebenarannya.

Jika tergugat pada jawaban pertama mengakui, maka dalam jawaban berikutnya sampai ketingkat banding, tergugat tetap terikat dengan pengakuan itu, artinya pengakuan itu tidak dapat ditarik kembali.

Penyangkalan/Bantahan
Adalah pernyataan yang tidak membenarkan atau tidak mengakui apa yang digugat terhadap tergugat.

Bantahan yang secara umum mengatakan bahwa keterangan dan tuntutan penggugat itu adalah tidak benar sama sekali tanpa menyebutkan alasan-alasannya, tidak akan ada artinya dan dianggap hakim sebagai tidak membantah.

R E K O N V E N S I
Latin     reconventio     gugatan balasan / gugatan balik.

Gugatan balik atau gugatan balasan yang dilakukan oleh tergugat kepada penggugat.        

Rekonvensi (Reconventie / reconvention) adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat berhubung penggugat juga pernah melakukan wanprestasi terhadap tergugat.

Rekonvensi yang diajukan tergugat itu sebetulnya adalah jawaban tergugat terhadap gugatan penggugat atas perkara yang sedang diperiksa oleh pengadilan.

Gugatan konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu surat putusan, kecuali kalau pengadilan berpendapat bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dahulu dari pada yang lain;

Dalam hal ini perkara yang dapat diperiksa dahulu boleh didahulukan, tetapi gugatan semula dan gugat balas (rekonvensi) yang belum diputuskan tetap diperiksa oleh hakim yang sama, sampai dijatuhkan putusan terakhir. (132 b ayat (3) HIR)
Keuntungan gugat balas bagi kedua belah pihak :
Menghemat ongkos perkara;
Mempermudah pemeriksaan;
Mempercepat penyelesaian perkara;
Menghindari putusan yang saling bertentangan.
(R. Subekti, 1982 : 65-66)

REPLIK
REPLIK merupakan tahap yang dilakukan setelah proses pengajuan jawaban tergugat di pengadilan.
Replik adalah jawaban penggugat terhadap jawaban tergugat atas gugatannya.
Diajukan secara tertulis (maupun lisan)
Replik yang diajukan oleh penggugat berisi peneguhan  gugatannya dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya.

DUPLIK
Setelah penggugat mengajukan replik, maka tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah DUPLIK.
Duplik adalah jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat.
Diajukan secara tertulis (maupun lisan)
Duplik yang diajukan tergugat berisi peneguhan jawabannya, yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.

Note:  Dalam prakteknya acara jawab menjawab di Pengadilan antara penggugat dengan tergugat berjalan secara tertulis. Oleh karena itu dibutuhkan waktu yang cukup dengan menunda waktu selama satu atau dua minggu untuk tiap-tiap tahap pemeriksaan 

Sabtu, 25 Mei 2013

Proses Acara Verstek


Istilah dan Pengertian
Hukum acara tanpa hadir / acara luar hadir / verstek procedure.

Verstekvonnis sebagai putusannya yaitu putusan tanpa hadirnya tergugat.
Syarat Acara Verstek
Bertitik tolak pada pasal 125 ayat (1) HIR dapat dikemukakan syarat-syarat sebagai berikut :
Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut.
Dilakukan oleh juru sita berbentuk surat tertulis, dan disampaikan kepada yang bersangkutan sendiri atau disampaikan pada kepala desa bila ybs tidak diketemukan di tempat kediaman. Maksimal 3 hari sebelum hari sidang yang telah ditentukan.

Tidak hadir tanpa alasan yang sah
Tergugat tidak hadir pada hari perkara itu diperiksa, tidak menyuruh orang lain sebagai kuasa yang bertindak mewakilinya padahal tergugat telah dipanggil secara patut tetapi tidak menghiraukan dan menaati penggilan tanpa alasan yang sah, dalam kasus seperti ini hakim dapat dan berwenang menjatuhkan putusan verstek yaitu putusan diluar hadirnya tergugat.

Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi

Berdasarkan pasal 125 ayat (1) jo pasal 121 HIR hukum acara memberi hak kepada tergugat mengajukan eksepsi kompetensi (exceptie van onbevoegheid) baik absolut (134 HIR) atau relatif (133 HIR).

Apabila tergugat tidak mengajukan eksepsi seperti itu dan tergugat juga tidak memenuhi panggilan sidang berdasarkan alasan yang sah maka hakim dapat langsung menyelesaikan perkara berdasarkan acara verstek.


Sebaliknya, meskipun tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah tetapi dia menyampaikan jawaban tertulis yang berisi eksepsi kompetensi yang menyatakan PN tidak berwenang menghadiri perkara secara absolut dan relatif; maka:
Hakim tidak boleh langsung menerapkan acara verstek meskipun tergugat tidak hadir memenuhi panggilan;
Dengan adanya eksepsi tersebut, tidak perlu dipersoalkan alasan ketidakhadiran, karena aksepsi menjadi dasar alasan ketidakhadiran.

Apabila tergugat mengajukan eksepsi kompetensi, proses pemeriksaan yang harus dilakukan hakim menurut pasal 125 ayat (2) HIR adalah :
Wajib lebih dahulu memutus eksepsi
Bila eksepsi dikabulkan maka pemeriksaan berhenti
Bila eksepsi ditolak maka dilanjutkan dengan acara verstek.
Penerapan Acara Verstek tidak Imperatif
Ketidakhadiran tergugat pada sidang pertama langsung memberi wewenang kepada hakim untuk menjatuhkan putusan verstek.
Apabila tergugat telah dipanggil secara patut namun tidak datang menghadiri sidang pertama tanpa alasan yang sah, hakim langsung dapat menerapkan acara verstek, dengan jalan menjatuhkan putusan verstek.

Mengundurkan sidang dan memanggil tergugat sekali lagi
Jika hakim tidak langsung menjatuhkan putusan verstek pada sidang pertama; maka :
Hakim memerintahkan pengunduran sidang;
Bersamaan dengan itu, memerintahkan juru sita memanggil tergugat untuk ke dua kalinya supaya datang pada tanggal yang ditentukan.


Batas waktu toleransi pengunduran
Hanya sampai 3 kali saja;
Dengan demikian apabila pengunduran dan pemanggilan sudah sampai 3 kali tetapi tergugat tidak datang menghadiri sidang tanpa alasan yang sah, maka hakim wajib menjatuhkan putusan verstek
Penerapan Verstek Apabila Tergugat Lebih Dari Satu
Bertitik tolak pada pasal 127 HIR.
Pada sidang pertama semua tergugat tidak hadir, langsung dapat diterapkan acara verstek.
Apabila seluruh tergugat tidak hadir menghadap di persidangan tanpa alasan yang sah meskipun mereka telah dipanggil dengan patut, PN atau hakim dapat melakukan tindakan alternatif yaitu:
Dapat langsung menerapkan acara verstek dengan jalan menjatuhkan putusan verstek.
Tidak menjatuhkan putusan verstek tetapi memerintahkan pengunduran sidang dan memanggil para tergugat sekali lagi.

Pada sidang berikutnya semua tergugat tetap tidak hadir, dapat diterapkan acara verstek.
Pasal 125 ayat (1) jo. Pasal 126 dan pasal 127 HIR memberikan pilihan bagi hakim melakukan tindakan sbb:
Menerapkan acara verstek dengan jalan menjatuhkan putusan verstek;
Mengundurkan persidangan sekali lagi dan memerintahkan juru sita memanggil para tergugat untuk yang ke tiga kalinya (terakhir).

Apabila pengunduran dan pemanggilan sudah berlanjut untuk yang ke tiga kalinya, tetapi para tergugat tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah; maka :
Hakim wajib menerapkan acara verstek dengan jalan menjatuhkan putusan verstek;
Dalam kasus seperti itu, tidak layak dan tidak beralasan lagi mengundurkan persidangan untuk yang ke empat kalinya.

Salah seorang tergugat tidak hadir, sidang wajib diundurkan.
Menurut pasal 127 HIR, harus ditegakkan tata cara sbb:

Secara imperatif pemeriksaan diundurkan
Mengundurkan persidangan ke hari lain;
Memerintahkan untuk memanggil tergugat yang tidak hadir, agar hadir pada sidang berikutnya;
Sedangkan kepada tergugat yang hadir, pengunduran cukup diberitahukan pada persidangan itu.

Tidak boleh memeriksa tergugat yang hadir dan tidak boleh menjatuhkan verstek kepada yang tidak hadir

Hakim dilarang/tidak diperbolehkan untuk memeriksa para tergugat yang hadir; yang harus dilakukan hakim adalah:
Mengudurkan sidang;
Memanggil sekali lagi tergugat yang tidak hadir.

Hakim juga tidak boleh menerapkan acara verstek kepada tergugat yang tidak hadir.



Tetap tidak hadir pada sidang berikutnya, proses pemeriksaan dilangsungkan secara contradictoir

Melangsungkan proses pemeriksaan terhadap para tergugat yang hadir dengan penggugat secara kontradiktor atau op tegenspraak;

Sedangkan bagi tergugat yang tidak hadir pemeriksaan berlaku baginya tanpa bantahan terhadap dalil penggugat, yang berakibat tergugat tersebut dianggap mengakui dalil penggugat.



Akan tetapi meskipun proses pemeriksaan dianggap berlaku kepada tergugat yang tidak hadir :
Hakim wajib memerintahkan untuk memanggilnya pada sidang berikutnya,
Pada sidang berikutnya, kepadanya terbuka kesempatan mengajukan bantahan apabila dia menghadiri persidangan.

Salah seorang atau semua tergugat yang hadir pada sidang pertama, tidak hadir pada sidang berikutnya, tetapi tergugat yang dahulu tidak hadir, sekarang hadir.
Dalam hal ini hakim dapat memilih alternatif :
Mengundurkan persidangan
Melangsungkan persidangan secara kontradictor
Salah seorang tergugat terus-menerus tidak hadir sampai putusan dijatuhkan          proses pemeriksaan kontradiktor

Syarat Putusan Verstek diucapkan

Contoh kasus :

Pada sidang pertama tergugat tidak hadir meskipun telah dipanggil secara patut. Begitu juga dengan sidang ke dua, tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah.

Atas kejadian tersebut hakim bermaksud menerapkan acara verstek, tetapi agar memperoleh keyakinan yang mantap mengenai kebenaran dalil gugatan, hakim berpendapat perlu lebih dahulu mendengar keterangan para saksi. Namun hari itu pengugat tidak membawa saksi, sehingga apabila harus didengar keterangannya persidangan harus diundur lagi.


Terhadap pertanyaan tersebut, MA memberi penjelasan sbb:
Putusan verstek harus diucapkan pada hari itu juga; atau
Kalau sidang ditunda/diundur lagi untuk memeriksa saksi-saksi tergugat harus dipanggil.

Dalam hal ini MA berpegang teguh pada pasal 125 ayat (1) HIR. Apabila hakim hendak menjatuhkan putusan verstek disebabkan tergugat tidak hadir memenuhi panggilan sidang tanpa alasan yang sah:
Putusan harus dijatuhkan pada hari itu;
Dengan demikian, putusan verstek yang dijatuhkan dan diucapkan diluar hari itu adalah tidak sah karena bertentangan dengan tata tertib beracara yang berakibat batal demi hukum (Null and Void)

Sekiranya hakim ragu2 atas kebenaran dalil gugatan, sehingga diperlukan pemeriksaan saksi2 atau alat bukti lain, tindakan yang harus dilakukan adalah:
Mengundurkan persidangan dan sekaligus memanggil tergugat, sehingga dapat direalisasi proses dan pemeriksaan kontradiktor (op tegenspraak); atau
Menjatuhkan putusan verstek yang berisi diktum : menyatakan gugatan tidak dapat diterima atas alasan dalil gugatan bertentangan dengan hukum atau dalil gugatan tidak mempunyai dasar hukum.

Oleh karena itu, apabila hakim ragu2 atas kebenaran dalil gugatan, tidak perlu ditempuh proses pemeriksaan saksi, hakim bisa langsung menerapkan acara verstek denga putusan verstek yang menyatakan : gugatan tidak dapat diterima atau menolak gugatan.
Bentuk Putusan Verstek 125 ayat (1) HIR

Pengguguran, Pencabutan, Perubahan dan Penggabungan Gugatan


Pengguguran gugatan
Diatur dalam pasal 124 HIR :
“jika penggugat datang tidak datang menghadap PN pada hari yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya maka surat gugatannya dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya perkara; akan tetapi penggugat berhak memasukan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar biaya perkara yang tersebut tadi”
Syarat Pengguguran
Supaya pengguguran gugatan sah menurut hukum harus dipenuhi syarat sebagai berikut :
Penggugat telah dipanggil secara patut.
Dipanggil oleh jurusita secara resmi untuk menghadap pada hari dan tanggal sidang yang telah ditentukan. Maksimal 3 hari sebelum sidang.
Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah (unreasonable default)
Penggugat tidak hadir atau tidak menghadap persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, dan juga tidak menyuruh kuasa atau orang lain untuk mewakilinya.


Rasio Pengguguran Gugatan
Sebagai hukuman kepada penggugat
Pengguguran gugatan oleh hakim, merupakan hukuman kepada penggugat atas kelalaian/keingkarannya menghadiri atau menghadap di persidangan.
Membebaskan tergugat dari kesewenangan
Sangat ironis apabila membolehkan penggugat berlarut-larut secara berlanjut ingkar menghadiri sidang yang mengakibatkan persidangan mengalami jalan buntu. Disisi lain tergugat dengan patuh terus-menerus datang menghadirinya sedangkan persidangan gagal disebabkan penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah.


Pencabutan Gugatan
Salah satu permasalahan hukum yang mungkin timbul dalam proses berperkara di depan pengadilan adalah pencabutan gugatan. Pihak penggugat mencabut gugatan sewaktu atau selama proses pemeriksaan berlangsung.
Alasan pencabutan bervariasi, bisa disebabkan gugatan yang diajukan tidak sempurna atau dasar dalil gugatan tidak kuat atau barangkali dalil gugatan bertentangan dengan hukum.
Pencabutan merupakan hak penggugat
Sama halnya dengan pengajuan gugatan, pencabutan gugatan juga merupakan hak penggugat. Di satu sisi hukum memberikan hak kepadanya untuk mengajukan gugatan apabila hak dan kepentingannya dirugikan. Di sisi lain hukum juga memberikan hak kepadanya untuk mencabut gugatan apabila dianggapnya hak dan kepentingannya tidak dirugikan.


Sistem pencabutan gugatan yang dianggap memberi keseimbangan kepada penggugat dan tergugat, berpedoman pada cara penerapan sebagai berikut :

Pencabutan mutlak hak penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung (127 Rv)

Penggugat dapat mencabut perkaranya dengan syarat asalkan hal itu dilakukan sebelum tergugat menyampaikan jawaban.

Penyampaian jawaban dalam proses pemeriksaan perdata berlangsung pada tahap sidang pertama atau kedua atau berikutnya apabila pada sidang2 yang lalu diundur tanpa menyampaikan jawaban dari pihak tergugat. Dalam hal yang seperti ini, meskipun para pihak telah hadir di persidangan, dianggap pemeriksaan belum berlangsung selama tergugat belum menyampaikan jawaban. Dalam keadaan yang demikian, hukum memberi hak penuh kepada penggugat mencabut gugatan tanpa persetujuan pihak tergugat.

Dalam tahap proses yang seperti ini, pencabutan gugatan benar2 mutlak menjadi hak penuh penggugat. Akan tetapi, perluasan hak itu dapat meningkat samapai tahap selama tergugat belum mengajukan jawaban, penggugat mutlak berhak mencabut gugatan. Pendirian ini selain berpedoman kepada pasal 271 Rv, juga didukung praktek peradilan antara lain dapat dikemukakan salah satu putusan MA. Yang menegaskan :

Selama proses pemeriksaan perkara dipersidangan belum berlangsung, penggugat berhak mencabut gugatan tanpa persetujuan tergugat;

Setelah proses pemeriksaan berlangsung, pencabutan masih boleh dilakukan, dengan syarat harus ada persetujuan pihak tergugat.
Cara Pencabutan
Menurut pasal 272 Rv yang berhak melakukan pencabutan adalah :
Penggugat sendiri secara pribadi
Menurut hukum, penggugat sediri yang palng berhak melakukan pencabutan karena dia sendir yang paling mengetahui hak dan kepentingannya dalam kasus perkara yang bersangkutan;

Kuasa yang ditunjuk penggugat
Pencabutan dapat juga dilakukan oleh kuasa yang ditunjuk oleh penggugat berdasarkan surat kuasa khusus yang digariskan dalam pasal 123 HIR yang didalamnya dengan tegas diberi penugasan untuk mencabut atau dapat uga dituangkan dalam surat kuasa tersendiri yang secara khusus memberi penegasan untuk melakukan pencabutan gugatan.


Pencabutan gugatan yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang
Pencabutan dilakukan pada sidang, apabila perkara telah diperiksa, minimal pihak tergugat telah menyampaikan jawaban :
Pencabutan mutlak harus dilakukan dan disampaikan penggugat pada sidang pengadilan.
Penyampaian pencabutan dilakukan pada sidang yang dihadiri tergugat. Kalau begitu pencabutan hanya dapat dilakukan dan dibenarkan pada sidang pengadilan yang memenuhi syarat contradictoir, yaitu harus dihadiri para pihak. Tidak dibenarkan pencabutan dalam persidangan secara ex parte (tanpa dihadiri tergugat).

Meminta persetujuan dari tergugat.
Mengenai hal ini sudah dijelaskan, apabila pemeriksaan perkara sudah berlangsung pencabutan harus mendapat persetujuan tergugat.

Oleh karena itu, apabila ada pengajuan pencabutan gugatn disidang pengadilan, proses yang harus ditempuh majelis untuk menyelesaikannya adalah sbb :

Majelis menanyakan pendapat tergugat

Tergugat menolak pencabutan (maka majelis hakim harus tunduk atas penolakan tersebut, majelis hakim harus menyampaikan pernyataan dalam sidang bahwa pemeriksaan harus dilanjutkan, memerintahkan panitera untuk mencatat penolakan tersebut dalam berita acara).

Tergugat menyetujui pencabutan
Majelis hakim menerbitkan putusan/penetapan pencabutan. Maka putusan tersebut bersifat final dalam arti sengketa antara penggugat dan tergugat berakhir. Majelis memerintahkan pencoretan perkara dari register atas alasan pencabutan.
Akibat Hukum Pencabutan
Pasal 272 Rv mengatur tentang akibat hukum pencabutan gugatan.

Pencabutan Mengakhiri Perkara
Pencabutan gugatan bersifat final mengakhiri perkara. Tidak menjadi soal apabila pencabutan tersebut dilakukan sebelum proses pemeriksaan. Walaupun pencabutan tersebut bercorak ex parte karena dilakukan tanpa persetujuan tergugat, pencabutan tersebut tetap bersifat final.

Tertutup segala Upaya Hukum bagi Para Pihak
Putusan pencabutan gugatan adalah bersifat finaldan analog dengan putusan perdamaian berdasarkan pasal 130 HIR. Konsekuensi hukum yang harus ditegakkan adalah :
Putusan pencabutan gugatan mengikat (binding) sebagaimana putusan yang telah berkekuatan hukum tetap;
Tertutup bagi para pihak untuk mengajukan segala bentuk upaya hukum.

Pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut

Pasal 124 HIR masih tetap memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan kembali gugatan yang digugurkan sebagai perkara baru, dengan syarat dibebani membayar biaya perkara.

Bagaimana dengan pencabutan gugatan,
Question : apakah penggugat masih berhak mengajukan kembali perkara tersebut ke PN sebagai perkara baru?

Answer :

Gugatan yang dicabut tanpa persetujuan tergugat dapat diajukan kembali.

Gugatan yang dicabut atas persetujuan tergugat tidak dapat diajukan kembali.
Penggabungan Gugatan
Disebut juga kumulasi gugatan atau samenvoeging van vordering yaitu penggabungan lebih dari satu tuntutan  hukum ke dalam satu gugatan.

Pada prinsipnya setiap gugatan harus berdiri sendiri2, masing2 gugatan diajukan dalam surat gugatan yang terpisah secara tersendiri, dan diperiksa serta diputus dalam proses pemeriksaan dan putusan yang terpisah dan berdiri sendiri.

Akan tetapi dalam batas tertentu dibolehkan melakukan penggabungan gugatan dalam satu gugatan, apabila antara satu gugatan dengan gugatan yang lain terdapat hubungan erat atau koneksitas.

Tujuan Penggabungan
Mewujudkan Peradilan Sederhana
Melalui sistem penggabungan beberapa gugatan dalam satu gugatan dapat dilaksanakan penyelesaian beberapa perkara melalui proses tunggal dan dipertimbangkan dan diputuskan dalam satu putusan.

Menghindari putusan yang saling bertentangan
Melalui sistem penggabungan dapat dihindari munculnya putusan yang saling bertentangan dalam kasus yang sama.
Syarat Penggabungan
Gugatan yang digabung sejenis yaitu para penggugat mempunyai kepentingan yang sama;
Penyelesaian hukum dan kepentingan yang dituntut para penggugat adalah sama;
Hubungan hukum antara para penggugat dan tergugat adalah sama;
Pembuktian adalah sama dan mudah, sehingga tidak mempersulit pemeriksaan secara kumulasi.
Penggabungan yang tidak dibenarkan
Pemilik objek gugatan yang berbeda
Gugatan yang digabung tunduk pada hukum acara yang berbeda
Gugatan tunduk pada kompetensi absolut yang berbeda
Gugatan rekonvensi tidak ada hubungan dengan gugatan konvensi.

Tata Cara Pemeriksaan Gugatan Kontentiosa


Sistem pemeriksaan secara contradictoir
mengenai sistem pemeriksaan digariskan dalam pasal 125 dan127 HIR.
 sistem dan proses pemeriksaan adalah sebagai berikut :
Dihadiri kedua belah pihak secara in person atau kuasa
Para pihak dipanggil dengan resmi dan patut oleh jurusita menghadiri persidangan yang telah ditentukan.

Namun ketentuan ini dapat dikesampingkan berdasarkan pasal 125 ayat (1) dan pasal 127 HIR yang memberi kewenangan bagi hakim melakukan proses pemeriksaan :
 Secara verstek
Pemeriksaan tanpa bantahan apabila pada sidang berikut tidak hadir tanpa alasan yang sah.

Proses pemeriksaan berlangsung secara op tegenspraak
Sistem inilah yang dimaksud dengan proses contradictoir, memberi hak dan kesempatan (opportunity) kepada tergugat untuk membantah dalil penguggat. Sebaiknya penggugat juga berhak untuk melawn bantahan tergugat.


Kontradiktor yaitu pemeriksaan perkara berlangsung dengan proses sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik, duplik, maupun dalam bentuk konklusi.

Proses kontradiktor dapat dikesampingkan baik melalui verstek atau tanpa bantahan, apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil secara sah dan patut oleh jurusita.

Asas Pemeriksaan
Ada beberapa prinsip/asas yang harus ditegakkan dan diterapkan dalam proses pemeriksaan kontradiktor, antara lain sbb :

Mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke Rechtorder)
Untuk mencapai hal itu hakim bertugas mempertahankan tata hukum perdata sesuai dengan kasus yang disengketakan dengan acuan :

Menetapan ketentuan pasal dan peraturan per-uu-an hukum materiil yang tepat diterapkan dalam menyelesaikan sengketa diantara para pihak.
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut hakim menjadikannya sebagai landasan dan alasan untuk menetapkan diantara kedua belah pihak yang memiliki kebenaran berdasarkan sistem hukum pembuktian yang digariskan uu.


Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan kebenaran kepada para pihak
Dalam mencari dan menemukan kebenaran baik kebenaran formil maupun kebenaran materiil, hakim terikat pada batasan-batasan sbb :

Menyerahkan sepenuhnya kepada kemampuan dan daya upaya para pihak yang berperkara untuk membuktikan kebenaran masing-masing.

Inisiatif untuk mengajukan fakta dan kebenaran berdasarkan pembuktian alat bukti yang diberikan uu, sepenuhnya  berada di tangan para pihak yang berperkara. Hal ini sesuai dengan patokan ajaran pembebasan pembuktian yang digariskan pada pasal 1865 BW dan pasal 163 HIR.
Pihak-pihak yang berperkara mempunyai pilihan dan kebebasan menentukan sikap, apakah dalil gugatan/dalil batahan akan dilawan atau tidak.

Tugas hakim menemukan kebenaran formil

Setelah hakim dalam persidangan menampung dan menerima segala sesuatu kebenaran tersebut, dia harus menetapkan kebenaran itu. Sejauh mana dan dalam bentuk serta wujud kebenaran yang bagaimana yang harus ditemukan dan ditegakkan, para ahli hukum dan praktik peradilan berpendapat :

Cukup dalam bentuk kebenaran formil (formiele waarheid), yaitu cukup sebatas kebenaran yang sesuai dengan formalitas yang diatur oleh hukum;

Hakim tidak dituntut mencari dalam menemukan kebenaran materiil (materiele waarheid) atau kebenaran hakiki ( ultimate truth) berlandaskan keyakinan hati nurani.

Persidangan terbuka untuk umum

Sistem pemeriksaan yang di anut HIR atau RBg adalah proses acara pemeriksaan secara lisan (oral hearing) atau mondelinge procedure.

Tujuan utama prinsip ini, untuk menjaga tegaknya peradilan yang fair atau fair trial, yaitu peradilan yang bersih dan jujur.


Audi et Alteram partem
(to  give  the  same opportunity to each party)

Asas imparsialitas

Asas imparsialitas (impartiality) meliputi pengertian :

Tidak memihak (impartial)
Bersikap jujur dan adil (fair and just)
Tidak bersikap diskriminatif, tetapi menempatkan dan mendudukan para pihak yang berperkara dalam keadaan setara di depan hukum (equality before the law)
Pengadilan/hakim tidak boleh bersikap memihak kepada salah satu pihak/menguntungkan salah satu pihak.


Untuk menjamin tegaknya asas imparsialitas :

Pihak yang diadili menggunakan hak ingkar

Hak Ingkar adalah :
Hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan terhadap hakim yang mengadili perkaranya;
Pengajuan hak tersebut disertai dengan alasan-alasan;
Diajukan kepada pengadilan dan atas hal itu pengadilan mengambil putusan apakah mengabulkan atau menolak keberatan.




Alasan-alasan Hak Ingkar :

Hakim secara pribadi mempunyai kepentingan dalam perkara;
Hakim dengan salah satu pihak yang berperkara mempunyai hubungan kekeluargaan sedarah;
Hakim telah memberi nasehat tertulis dalam perkara itu;
Selama pemeriksaan berlangsung telah menerima suatu pemberian;
Keluarga sedarah atau semenda mempunyai pokok perkara yang sama dengan perkara yang diperiksa;
Jika hakim adalah wali, ahli waris, pengampu, atau penerima hibah dari salah satu pihak;
Jika hakim seorang anggota pengurus yayasan, perikatan, atau badan yang menjadi salah satu pihak yang berperkara;
Antara hakim terjadi permusuhan, penghinaan, atau ancaman dengan salah satu pihak;

Alasan yang paling umum adalah benturan kepentingan (conflict of interest) antara hakim dengan salah satu pihak yang berperkara.





Proses Pengingkaran :

Diajukan kepada PN disertai alasan paling lambat sebelum tahap replik duplik habis, kecuali alasan pengingkaran baru timbul kemudian.
Akta pengingkaran/penolakan ditandatangani pihak yang persangkutan atau kuasanya yang disampaikan kepada panitera untuk sidampaikan kepada K.PN.
Majelis yang memeriksa pengingkaran menyelidiki alasan-alasan pengingkaran. Jika alasan itu terbukti dan benar permohonan dikabulkan.
Putusan mengenai pengingkaran tidak dapat banding (Ps. 44 RV)


Salah satu faktor yang dianggap uu dapat merusak dan mempengaruhi penegakan asas imperialitas atau fair trial dalam arti luas adalah ikatan hubungan kekeluargaan baik sedarah maupun semenda antara salah seorang hakim dengan hakim yang lain atau dengan jaksa penasehat hukum, atau panitera.

Kewajiban untuk mengundurkan diri bersifat imperatif. Pelanggaran atas ketentuan ini mengakibatkan :
Putusan yang dijatuhkan batal demi hukum (Null and void, van rechtwegenietig) atau dinyatakan tidak sah.
Alasanya, karena putusan yang dijatuhkan melanggar asas imperialitas.



Larangan adanya diskriminasi dalam penerapan asas impersialitas yaitu meliputi larangan diskriminasi berdasarkan jemis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi.

Maka, hakim harus menempatkan dan memperlakukan para pihak pada kedudukan derajat kemanusiaan yang sama.
Pengecualian Terhadap Acara Pemeriksaan contradictoir
Pemeriksaan hanya dilakukan terhadap pihak yang hadir saja dengan jalan mengabaikan kepentingan yang tidak hadir. Jadi dalam hal dan dengan alasan tertentu prinsip pemeriksaan atau contradictoir dapat dikesampingkan.

Dalam proses verstek (default process)
Proses pemeriksaan dan putusan verstek (default judgement) diatur dalam pasal 125 ayat (1) HIR, yang memberi hak dan kewenangan bagi hakim :
Untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan diluar hadirnya tergugat
Pemeriksaan dan putusan yang demikian disebut VERSTEK (diluar hadirnya tergugat)

Syarat atas kebolehan verstek, apabila pada sidang pertama tergugat :
Tidak hadir tanpa alasan yang sah (unreasonable default)
Padahal tergugat telah dipanggil secara sah (oleh juru sita) dan patut (antara panggilan dengan hari sidang paling sedikit 3 hari)

Dalam kasus yang seperti ini, pasal 125 ayat (1) HIR memberi hak dan kewenangan yang bersifat fakultatif kepada hakim untuk menjatuhkan putusan verstek (default judgement).


Salah satu pihak tidak hadir pada hari sidang kedua atau sidang berikutnya

Peristiwa yang seperti ini dapat terjadi, apabila pada sidang pertama atau pada sidang kedua dan ketiga para pihak datang menghadiri pemeriksaan. Akan tetapi, pada penundaan hari persidangan yang ditentukan hakim, salah satu pihak tiak hadir tanpa alasan yang sah.

Pasal 127 HIR memberi hak dan kewenangan kepada hakim untuk melanjutkan pemeriksaan maupun menjatuhkan putusan diluar hadirnya pihak tersebut, dan pemeriksaan atau putusan dianggap  dilakukan dan diambil secara op tegenspraak atau contradictoir.




Misalnya :
tergugat terdiri dari beberapa orang. Pada sidang pertama mereka semua hadir. Kemudian hakim mengundurkan persidangan pada hari tertentu. Ternyata pada hari sidang pengunduran tersebut hanya 1 orang yang pihat tergugat yang hadir, sedangkan yang lain tidak hadir tanpa alasan yang sah. Dalam kasus yang demikian :

Hakim berhak dan berwenang melanjutkan pemeriksaan tanpa hadirnya mereka.
Pemeriksaan dilakukan antara pengugat dengan pihak tergugat yang hadir saja tanpa jawaban dan pembelaan dari pihak yang tidak hadir ;dan
Pemeriksaan tetap dianggap dan dinyatakan bersifat contradictoir atau op tegenspraak, oleh karena itu putusan yang dijatuhkan bukan verstek, tapi putusan contradictoir, sehingga upaya hukum yang dapat dilakukan adalah banding bukan verzet.

Jumat, 24 Mei 2013

Gugatan Permohonan (Gugatan Voluntair)


Pengertian Yuridis
Permohonan/gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada ketua PN.

Ciri Khas permohonan/gugatan voluntair :
Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak, artinya benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon yang memerlukan kepastian hukum dan tidak bersentuhan dengan hak-hak dan kepentingan orang lain.
Permasalahan yang dimohonkan tanpa adanya sengketa dengan pihak lain.
Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan.

Perbedaan antara permohonan dan gugatan :
Dalam gugatan ada suatu sengketa/konflik yang harus diselesaikandan diputus oleh pengadilan.


Dalam gugatan ada 2 atau lebih pihak, yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat yang merasa haknya atau hak mereka dilanggar.

Suatu gugatan dikenal sebagai pengadilan kontentiosa atau pengadilan sungguh-sungguh.

Hasil dari gugatan adalah PUTUSAN (VONIS)
Dalam suatu permohonan tidak ada sengketa/perselisihan. Misalnya penetapan ahli waris, permohonan pengangkatan anak.

Dalam permohonan hanya ada 1 pihak yaitu pihak pemohon.



Suatu permohonan dikenal sebagai pengadilan voluntair atau pengadilan pura-pura/tidak sesungguhnya.

Hasil dari permohonan adalah PENETAPAN (BESCHIKING)
Fundamentum petendi (posita) dalam permohonan (voluntair)
Landasan hukum dan peristiwa yang menjadi dasar permohonan cukup memuat dan menjelaskan hubungan hukum antara diri pemohon dengan permasalahan hukum yang dipersoalkan.

Fundamentum Petendi/Posita permohonan pada prinsipnya didasarkan pada ketentuan pasal UU yang menjadi alasan permohonan, dengan menghubungkan ketentuan itu dengan peristiwa yang dihadapi pemohon.

 Dalam bidang hukum keluarga :
Permohonan ijin poligami
permohonan ijin melangsungkan perkawinan tanpa ijin orang tua (diatas 21 tahun)
permohonan pencegahan perkawinan permohonan dispensasi nikah bagi calon mempelai yang berusia dibawah 16 tahun
permohonan pembatalan pernikahan
permohonan pengangkatan wali
permohonan penegasan pengangkatan anak.



Dalam bidang paten :
Mencegah berlanjutnya pelanggaran paten
Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran paten dan menghindari terjadinya menghilangnya barang bukti
Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan agar memberitahukan bukti yang menyatakan pihak tersebut memang berhak atas paten itu.



Dalam bidang perlindungan konsumen :
Permohonan penetapan eksekusi sengketa kepada PN atas putusan majelis badan penyelesaian sengketa konsumen.

yurisdiksinya diajukan kepada PN ditempat kediaman konsumen yang dirugikan, jadi kepada PN tempat kediaman permohonan eksekusi, bukan tempat kediaman termohon eksekusi.

Permohonan berdasarkan UU No. 15 tahun 2001 tentang merek
Berdasarkan pasal 85 permohonan voluntair diajukan kepada PN agar diterbitkan penetapan sementara mengenai :
Pencegahan masuknya barang yang berkaitan melanggar hak merek
Penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran merek.
Petitum permohonan
Pada prinsipnya tujuan permohonan untuk menyelesaikan kepentingan pemohon sendiri tanpa melibatkan pihak lawan;

Petitum permohonan harus mengacu pada penyelesaian kepentingan permohonan secara sepihak.

Petitum permohonan tidak boleh melanggar atau melampaui hak orang lain. Harus benar-benar murni merupakan permintaan penyelesaian kepentingan pemohon dengan acuan sebagai berikut :

......permintaan penyelesaian kepentingan pemohon dengan acuan sebagai berikut :

Isi petitum merupakan permintaan yang bersifat deklaratif.
Petitum tidak boleh melibatkan pihak lain yang tidak ikut sebagai pemohon.
Tidak boleh memuat petitum yang bersifat condemnatoir (mengandung hukum).
Petitum permohonan harus dirinci satu persatu tentang hal-hal yang dikehendaki pemohon untuk ditetapkan pengadilan kepadanya.
Petitum tidak boleh bersifat compositur atau ex aequo et bono (mohon keadilan saja).
Proses pemeriksaan permohonan
Jalannya Proses Pemeriksaan secara ex-parte
Proses pemeriksaan permohonan hanya secara sepihak atau bersifat ex-parte, sedangkan yang hadir dalam pemeriksaan persidangan hanya pemohon atau kuasanya.

Prinsip ex-parte :
Hanya mendengar keterangan pemohon atau kuasanya sehubungan dengan permohonan.
Memeriksa bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon.
Tidak ada tahap replik, duplik dan kesimpulan.

Yang diperiksa di Sidang Hanya Keterangan dan Bukti Pemohon

Dalam proses yang bercorak ex-parte hanya keterangan dan bukti-bukti pemohon yang diperiksa pengadilan.

Pemeriksaan tidak berlangsung secara contradictoir atau op tegenspraak (yaitu tidak ada bantahan dari pihak lain)

Tidak dipermasalahkan Penegakan Seluruh Asas Persidangan

Asas yang harus tetap ditegakkan :
ASAS KEBEBASAN PERADILAN (Judicial Independency);
yaitu tidak boleh dipengaruhi oleh pihak lain dan campur tangan dari pihak manapun.
ASAS PERADILAN YANG ADIL (Fair trial);
Yaitu tidak bersifat sewenang-wenang, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan memberi kesempatan yang layak kepada pemohon untuk membela dan mempertahankan kepentingan.

Asas yang tidak perlu ditegakkan :
AUDI et ALTERAM PARTEM
(mendengarkan kedua belah pihak)
TO GIVE THE SAME OPPORTUNITY
(memberikan kesempatan yang sama)
Penegakan prinsip pembuktian
Prinsip ajaran dan sistem pembuktian harus ditegakkan dan diterapkan sepenuhnya dalam proses pemeriksaan dan penyelesaian permohonan.
Prinsip dan sistem pembuktian yang harus ditegakan dan diterapkan adalah :
Pembuktian harus berdasarkan alat bukti yang ditentukan UU.

Alat bukti yang sah dalam pasal 1866 BW terdiri atas :
 Tulisan (akta)
 Keterangan saksi
 Persangkaan
 pengakuan
 sumpah


Ajaran pembebanan pembuktian berdasarkan pasal 163 HIR atau pasal 1865 BW.
Dalam hal ini beban wajib bukti (burden of proof) sepenuhnya dibenankan kepada pemohon.

Nilai kekuatan pembuktian yang sah, harus mencapai batas minimal pembuktian.
Kalau alat bukti yang diajukan hanya satu saksi (unus testis nulus testis) tanpa ada alat bukti lain, maka alat bukti yang diajukan oleh pemohon belum mencapai batas maksimal (minimal limit) untuk membuktikan dalil permohonan.

Yang sah sebagai alat bukti hanya terbatas pada alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materiil.
Asas dan sistem pembuktian harus ditegakkan dan diterapkan pengadilan dalam memutus dan menyelesaikan permohonan.

Putusan permohonan
BENTUK PENETAPAN
Putusan yang berisi pertimbangan dan diktum penyelesaian permohonan dituangkan dalam bentuk PENETAPAN (beschikking)

 DIKTUM BERSIFAT DEKLARATOIR
Dalam diktum hanya berisi penegasan pernyataan atau deklarasi hukum tentang hal yang diminta. Pengadilan tidak boleh mencantumkan diktum condemnatoir (mengandung hukuman), juga tidak dapat memuat amar konstitutif yaitu yang menciptakan suatu keadaan baru, misalnya seperti membatalkan perjanjian.

Kekuatan pembuktian penetapan
PENETAPAN SEBAGAI AKTA OTENTIK
Setiap penetapan atau putusan yang dijatuhkan pengadilan bernilai sebagai akta otentik.
   Ketentuan pasal 1868 BW yaitu :
suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh UU, oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa
untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Berdasarkan hal tersebut berarti pada diri putusan itu, melekat nilai ketentuan pembuktian yang sempurna dan mengikat.
(Pasal 1870 BW)
1870 BW  *Note below


NILAI KEKUATAN YANG MELEKAT PADA PENETAPAN PERMOHONAN HANYA TERBATAS KEPADA DIRI PEMOHON
Nilai kekuatan yang melekat dalam penetapan sama dengan sifat ex-parte itu sendiri. Dalam arti :
nilai kekuatan pembuktiannya hanya     mengikat pada diri pemohon saja,
Tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada orang lain atau kepada pihak ketiga.


PADA PENETAPAN TIDAK MELEKAT ASAS NEBIS IN IDEM
Pada penetapan hanya melekat kekuatan mengikat secara sepihak, yaitu pada diri pemohon, jadi tidak mengikat dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian pada pihak manapun, oleh karena itu pada penetapan tidak melekat nebis in idem.

Setiap orang yang merasa dirugikan oleh penetapan itu, dapat mengajukan gugatan atau perlawanan terhadapnya.


Nebis in idem *note below
Upaya hukum terhadap penetapan
Penetapan atas permohonan merupakan putusan tingkat pertama dan terakhir.
Sesuai dengan praktik yang berlaku, penetapan yang dijatuhkan dalam perkara yang berbentuk permohonan/voluntair pada umumnya merupakan putusan yang bersifat tingkat pertama dan terakhir.

Terhadap putusan peradilan tingkat pertama yang bersifat pertama dan terakhir, tidak dapat diajukan banding. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap penetapan adalah kasasi.



Hukum Acara Perdata



Pengertian Hukum Acara Perdata
Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim.

Dengan kata lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil  (tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan putusan)

Menurut Wirjono Projodikoro
Hukum acara perdata sebagai rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan can cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.

R. Subekti
Hukum acara itu mengabdi kepada hukum materiil, maka dengan sendirinya setiap perkembangan dalam hukum materiil  itu sebaiknya selalu diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya.

Sudikno Mertokusumo
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.

Supomo
Dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke rechtsorde), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara.

Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
Herziene Indonesische Reglement (HIR)
Reglement Voor de Buitengewesten (RBG)
Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (RV)
UU No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman
Di tingkat  banding berlaku UU No. 20 tahun 1947 untuk Jawa dan Madura. (Note : oleh yurisprudensi dianggap berlaku untuk seluruh Indonesia. Dengan berlakunya UU ini maka ketentuan dalam HIR/RBG tentang banding tidak berlaku lagi.
UU. No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
Yurisprudensi atau putusan-putusan hakim yang berkembang di lingkungan dan sudah pernah diputus di pengadilan.
Adat  kebiasaan
Doktrin
Instruksi dan surat edaran Mahkamah Agung
UU. No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan PP No. 9 tahun 1975. (Note : khusus menyangkut masalah perkawinan dan perceraian)
UU. No. 5 tahun 1986 tentang peradilan TUN (khusus di lingkungan Peradilan TUN)
UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama (khusus di lingkungan peradilan agama)
Asas-asas Hukum Acara Perdata
Hakim Bersifat menunggu
Hakim Pasif
Sifat terbukanya persidangan
Mendengar kedua belah pihak
Putusan harus disertai alasan-alasan
Peradilan bebas dari campur tangan pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman
Asas sederhana, cepat dan biaya ringan
Gugatan/permohonan dapat diajukan dengan surat atau lisan
Inisiatif berperkara diambil oleh pihak yang berkepentingan
Keaktifan hakim dalam pemeriksaan
Beracara dikenakan biaya
Para pihak dapat meminta bantuan atau mewakilkan kepada seorang kuasa.


1. Hakim Bersifat Menunggu
Dalam pengajuan tuntutan hak merupakan inisiatif dari para pihak yang berkepentingan.
Tuntutan hak diserahkan sepenuhnya oleh pihak yang berkepentingan.
NEMO JUDEX SINE ACTORE        tidak ada tuntutan, tidak ada hakim.
IUDEX NE PROCEDAT EX OFFICIO        Hakim bersikap menunggu adanya tuntutan yang diajukan kepadanya (118 HIR, 142 Rbg)

2. Hakim Pasif
Ruang lingkup dan luas pokok perkara ditentukan oleh para pihak yang berkepentingan bukan oleh hakim.
Hakim hanya membantu para pencari keadilan untuk mengatasi segala hambatan untuk tercapainya suatu keadilan (pasal 5 UU. No. 14 tahun 1970)
SECUNDUM ALLEGATA IUDICARE        Hakim terikat pada peristiwa  yang diajukan oleh para pihak.
Para pihak bebas mengakhiri sendiri sengketa yang diajukannya, baik melalui perdamaian ataupun pencabutan gugatan (130 HIR, 154 Rbg)
Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut (ULTRA PETITA) (pasal 178 ayat 2 dan 3 HIR, 189 ayat 2 dan 3  Rbg)

3. Sifat Terbukanya Persidangan
Setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan.
Tujuannya adalah “social control”, yaitu untuk melindungi hak-hak asasi manusia dan menjamin objektifitas peradilan dengan mempertanggung jawabkan pemeriksaan yang fair. (pasal 17 dan 18 UU No. 14 tahun 1970)
Konsekuensinya : apabila putusan diucapkan dalam sidang tidak dinyatakan terbuka untuk umum, berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Akibatnya batalnya putusan tersebut menurut hukum.

4. Mendengarkan Kedua Belah Pihak
AUDI et ALTERAM PARTEM         para pihak yang berperkara harus sama-sama didengar.
Para pihak harus sama-sama dperhatikan , berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya. (pasal 5 ayat 1 UU. No. 14 tahun 1970)

5. Putusan Harus disertai alasan-alasan
Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. (184 ayat 1, 319 HIR, 195 dan 618 Rbg).
Alasan-alasan tersebut merupakan pertanggung jawaban hakim dari putusannya terhadap para pihak, masyarakat, pengadilan dan ilmu hukum.

6. Peradilan bebas dari campur tangan pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman
Tugas dari hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar hukum serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga keputusannya mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia.

7. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan
SEDERHANA       acaranya jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.
Cepat       menunjukkan jalannya peradilan.
Biaya ringan       terjangkau oleh masyarakat.
     
8. Gugatan/Permohonan dapat diajukan dengan surat atau lisan
Gugatan perdata/tuntutan sipil yang dalam tingkat pertama masuk wewenang Pengadilan Negeri harus diajukan dengan surat gugatan/sutar permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau orang yang dikuasakan (Pasal 118 HIR)
Mengenai gugatan lisan, pasal 120 HIR mengatakan, bilamana penggugat tidak dapat menulis, maka gugatan dapat diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri tersebut membuat catatan atau menyuruh pembuat catatan tentang gugatan itu.

9. Inisiatif berperkara diambil oleh pihak yang berkepentingan
Inisiatif yaitu ada atau tidak adanya suatu perkara harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa, bahwa haknya atau hak mereka dilanggar.
Jadi apakah akan ada proses atau tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak, sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan
Tuntutan hak yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan, sdang hakim bersikap mengunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya.

10. Keaktifan hakim dalam pemeriksaan
Reglement Indonesia mengharuskan hakim untuk aktif dari permulaan hingga akhir proses.
Pasal 119 HIR mengatakan, ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberi nasihat dan bantuan kepada penggugat atau kepada kuasanya dalam hal mengajukan gugatannya itu.
Jika menurut pertimbangan ketua supaya perkara berjalan dengan baik dan teratur, ketua berwenang pada waktu memeriksa perkara memberi nasehat kepada kedua belah pihak dan penunjukan kepada mereka tentang upaya hukum dan alat bukti, yang dapat dipergunakan oleh mereka. (Pasal 132 HIR)

11. Beracara dikenakan biaya
Putusan PN. Baturaja menggugurkan gugatan penggugat karena penggugat tidak menambah perskot biaya perkara, sehingga penggugat dianggap tidak lagi meneruskan gugatannya. (putusan tgl. 6 Juni 1971)
Putusan PN. Jogjakarta menyatakan bahwa permohonan perkara secara prodeo akan ditolak oleh pengadilan, apabila penggugat ternyata bukan orang yang tidak mampu. (putusan tgl. 11 Maret 1972)

Tata Urutan Persidangan Perkara Perdata


1. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum (kecuali persidangan yang dinyatakan tertutup untuk umum);

2. Para pihak (penggugat dan tergugat) diperintahkan memasuki ruang sidang;

3. Para pihak diperiksa identitasnya (surat kuasanya), demikian pula diperiksa surat ijin praktik dari organisasi advokat (jika dikuasakan kepada Advokat);

4. Apabila kedua belah pihak lengkap maka diberi kesempatan untuk menyelesaikan dengan perkara secara damai (melalui mediasi);

5. Majelis Hakim menawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PN atau dari luar (sesuai PERMA RI No.1 Tahun 2008);

6. Apabila tidak tercapai kesepakatan damai, maka persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan oleh penggugat/kuasanya;

7. Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitel DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN Yang Maha Esa;

8. Apabila tidak ada perubahan acara, selanjutnya jawaban dari tergugat; (jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, gugatan rekonvensi);

9. Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi sebagai penggugat rekonvensi;

10. Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia berkedudukan sebagai tergugat rekonvensi;

11. Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan ada gugatan intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst);

12. Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat intervensi);

13. Pembuktian

14. Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi;

15. Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan saksi;

16. Apabila diperlukan, Majelis Hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat (tempat objek sengketa);

17. Kesimpulan dari masing-masing pihak;


18. Musyawarah oleh Majelis Hakim;

19. Pembacaan Putusan Majelis Hakim;

20. Isi putusan Majelis Hakim dapat berupa Gugatan dikabulkan (seluruhnya atau sebagian); Gugatan ditolak, atau Gugatan tidak dapat diterima;