Sabtu, 25 Mei 2013

Tata Cara Pemeriksaan Gugatan Kontentiosa


Sistem pemeriksaan secara contradictoir
mengenai sistem pemeriksaan digariskan dalam pasal 125 dan127 HIR.
 sistem dan proses pemeriksaan adalah sebagai berikut :
Dihadiri kedua belah pihak secara in person atau kuasa
Para pihak dipanggil dengan resmi dan patut oleh jurusita menghadiri persidangan yang telah ditentukan.

Namun ketentuan ini dapat dikesampingkan berdasarkan pasal 125 ayat (1) dan pasal 127 HIR yang memberi kewenangan bagi hakim melakukan proses pemeriksaan :
 Secara verstek
Pemeriksaan tanpa bantahan apabila pada sidang berikut tidak hadir tanpa alasan yang sah.

Proses pemeriksaan berlangsung secara op tegenspraak
Sistem inilah yang dimaksud dengan proses contradictoir, memberi hak dan kesempatan (opportunity) kepada tergugat untuk membantah dalil penguggat. Sebaiknya penggugat juga berhak untuk melawn bantahan tergugat.


Kontradiktor yaitu pemeriksaan perkara berlangsung dengan proses sanggah menyanggah baik dalam bentuk replik, duplik, maupun dalam bentuk konklusi.

Proses kontradiktor dapat dikesampingkan baik melalui verstek atau tanpa bantahan, apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri persidangan yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil secara sah dan patut oleh jurusita.

Asas Pemeriksaan
Ada beberapa prinsip/asas yang harus ditegakkan dan diterapkan dalam proses pemeriksaan kontradiktor, antara lain sbb :

Mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke Rechtorder)
Untuk mencapai hal itu hakim bertugas mempertahankan tata hukum perdata sesuai dengan kasus yang disengketakan dengan acuan :

Menetapan ketentuan pasal dan peraturan per-uu-an hukum materiil yang tepat diterapkan dalam menyelesaikan sengketa diantara para pihak.
Berdasarkan ketentuan hukum tersebut hakim menjadikannya sebagai landasan dan alasan untuk menetapkan diantara kedua belah pihak yang memiliki kebenaran berdasarkan sistem hukum pembuktian yang digariskan uu.


Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan kebenaran kepada para pihak
Dalam mencari dan menemukan kebenaran baik kebenaran formil maupun kebenaran materiil, hakim terikat pada batasan-batasan sbb :

Menyerahkan sepenuhnya kepada kemampuan dan daya upaya para pihak yang berperkara untuk membuktikan kebenaran masing-masing.

Inisiatif untuk mengajukan fakta dan kebenaran berdasarkan pembuktian alat bukti yang diberikan uu, sepenuhnya  berada di tangan para pihak yang berperkara. Hal ini sesuai dengan patokan ajaran pembebasan pembuktian yang digariskan pada pasal 1865 BW dan pasal 163 HIR.
Pihak-pihak yang berperkara mempunyai pilihan dan kebebasan menentukan sikap, apakah dalil gugatan/dalil batahan akan dilawan atau tidak.

Tugas hakim menemukan kebenaran formil

Setelah hakim dalam persidangan menampung dan menerima segala sesuatu kebenaran tersebut, dia harus menetapkan kebenaran itu. Sejauh mana dan dalam bentuk serta wujud kebenaran yang bagaimana yang harus ditemukan dan ditegakkan, para ahli hukum dan praktik peradilan berpendapat :

Cukup dalam bentuk kebenaran formil (formiele waarheid), yaitu cukup sebatas kebenaran yang sesuai dengan formalitas yang diatur oleh hukum;

Hakim tidak dituntut mencari dalam menemukan kebenaran materiil (materiele waarheid) atau kebenaran hakiki ( ultimate truth) berlandaskan keyakinan hati nurani.

Persidangan terbuka untuk umum

Sistem pemeriksaan yang di anut HIR atau RBg adalah proses acara pemeriksaan secara lisan (oral hearing) atau mondelinge procedure.

Tujuan utama prinsip ini, untuk menjaga tegaknya peradilan yang fair atau fair trial, yaitu peradilan yang bersih dan jujur.


Audi et Alteram partem
(to  give  the  same opportunity to each party)

Asas imparsialitas

Asas imparsialitas (impartiality) meliputi pengertian :

Tidak memihak (impartial)
Bersikap jujur dan adil (fair and just)
Tidak bersikap diskriminatif, tetapi menempatkan dan mendudukan para pihak yang berperkara dalam keadaan setara di depan hukum (equality before the law)
Pengadilan/hakim tidak boleh bersikap memihak kepada salah satu pihak/menguntungkan salah satu pihak.


Untuk menjamin tegaknya asas imparsialitas :

Pihak yang diadili menggunakan hak ingkar

Hak Ingkar adalah :
Hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan terhadap hakim yang mengadili perkaranya;
Pengajuan hak tersebut disertai dengan alasan-alasan;
Diajukan kepada pengadilan dan atas hal itu pengadilan mengambil putusan apakah mengabulkan atau menolak keberatan.




Alasan-alasan Hak Ingkar :

Hakim secara pribadi mempunyai kepentingan dalam perkara;
Hakim dengan salah satu pihak yang berperkara mempunyai hubungan kekeluargaan sedarah;
Hakim telah memberi nasehat tertulis dalam perkara itu;
Selama pemeriksaan berlangsung telah menerima suatu pemberian;
Keluarga sedarah atau semenda mempunyai pokok perkara yang sama dengan perkara yang diperiksa;
Jika hakim adalah wali, ahli waris, pengampu, atau penerima hibah dari salah satu pihak;
Jika hakim seorang anggota pengurus yayasan, perikatan, atau badan yang menjadi salah satu pihak yang berperkara;
Antara hakim terjadi permusuhan, penghinaan, atau ancaman dengan salah satu pihak;

Alasan yang paling umum adalah benturan kepentingan (conflict of interest) antara hakim dengan salah satu pihak yang berperkara.





Proses Pengingkaran :

Diajukan kepada PN disertai alasan paling lambat sebelum tahap replik duplik habis, kecuali alasan pengingkaran baru timbul kemudian.
Akta pengingkaran/penolakan ditandatangani pihak yang persangkutan atau kuasanya yang disampaikan kepada panitera untuk sidampaikan kepada K.PN.
Majelis yang memeriksa pengingkaran menyelidiki alasan-alasan pengingkaran. Jika alasan itu terbukti dan benar permohonan dikabulkan.
Putusan mengenai pengingkaran tidak dapat banding (Ps. 44 RV)


Salah satu faktor yang dianggap uu dapat merusak dan mempengaruhi penegakan asas imperialitas atau fair trial dalam arti luas adalah ikatan hubungan kekeluargaan baik sedarah maupun semenda antara salah seorang hakim dengan hakim yang lain atau dengan jaksa penasehat hukum, atau panitera.

Kewajiban untuk mengundurkan diri bersifat imperatif. Pelanggaran atas ketentuan ini mengakibatkan :
Putusan yang dijatuhkan batal demi hukum (Null and void, van rechtwegenietig) atau dinyatakan tidak sah.
Alasanya, karena putusan yang dijatuhkan melanggar asas imperialitas.



Larangan adanya diskriminasi dalam penerapan asas impersialitas yaitu meliputi larangan diskriminasi berdasarkan jemis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi.

Maka, hakim harus menempatkan dan memperlakukan para pihak pada kedudukan derajat kemanusiaan yang sama.
Pengecualian Terhadap Acara Pemeriksaan contradictoir
Pemeriksaan hanya dilakukan terhadap pihak yang hadir saja dengan jalan mengabaikan kepentingan yang tidak hadir. Jadi dalam hal dan dengan alasan tertentu prinsip pemeriksaan atau contradictoir dapat dikesampingkan.

Dalam proses verstek (default process)
Proses pemeriksaan dan putusan verstek (default judgement) diatur dalam pasal 125 ayat (1) HIR, yang memberi hak dan kewenangan bagi hakim :
Untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan diluar hadirnya tergugat
Pemeriksaan dan putusan yang demikian disebut VERSTEK (diluar hadirnya tergugat)

Syarat atas kebolehan verstek, apabila pada sidang pertama tergugat :
Tidak hadir tanpa alasan yang sah (unreasonable default)
Padahal tergugat telah dipanggil secara sah (oleh juru sita) dan patut (antara panggilan dengan hari sidang paling sedikit 3 hari)

Dalam kasus yang seperti ini, pasal 125 ayat (1) HIR memberi hak dan kewenangan yang bersifat fakultatif kepada hakim untuk menjatuhkan putusan verstek (default judgement).


Salah satu pihak tidak hadir pada hari sidang kedua atau sidang berikutnya

Peristiwa yang seperti ini dapat terjadi, apabila pada sidang pertama atau pada sidang kedua dan ketiga para pihak datang menghadiri pemeriksaan. Akan tetapi, pada penundaan hari persidangan yang ditentukan hakim, salah satu pihak tiak hadir tanpa alasan yang sah.

Pasal 127 HIR memberi hak dan kewenangan kepada hakim untuk melanjutkan pemeriksaan maupun menjatuhkan putusan diluar hadirnya pihak tersebut, dan pemeriksaan atau putusan dianggap  dilakukan dan diambil secara op tegenspraak atau contradictoir.




Misalnya :
tergugat terdiri dari beberapa orang. Pada sidang pertama mereka semua hadir. Kemudian hakim mengundurkan persidangan pada hari tertentu. Ternyata pada hari sidang pengunduran tersebut hanya 1 orang yang pihat tergugat yang hadir, sedangkan yang lain tidak hadir tanpa alasan yang sah. Dalam kasus yang demikian :

Hakim berhak dan berwenang melanjutkan pemeriksaan tanpa hadirnya mereka.
Pemeriksaan dilakukan antara pengugat dengan pihak tergugat yang hadir saja tanpa jawaban dan pembelaan dari pihak yang tidak hadir ;dan
Pemeriksaan tetap dianggap dan dinyatakan bersifat contradictoir atau op tegenspraak, oleh karena itu putusan yang dijatuhkan bukan verstek, tapi putusan contradictoir, sehingga upaya hukum yang dapat dilakukan adalah banding bukan verzet.