Kamis, 30 Mei 2013

Putusan hakim dalam perkara perdata

Pengertian
Drs. H.A. Mukti Arto, SH. Memberi definisi terhadap putusan, bahwa : "Putusan ialah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan.

Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.,  Putusan hakim adalah : “suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”.

Kesimpulannya adalah :
Suatu putusan hakim merupakan suatu pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau supaya jangan melakukan suatu perbuatan  yang harus ditaati.

Jenis-jenis Putusan
Menurut bentuknya penyelesaian perkara oleh pengadilan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
Putusan / vonis : Suatu putusan diambil untuk memutusi suatu perkara
Penetapan / beschikking : suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan “yuridiksi voluntair”


Sedangkan menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua macam pengolongan putusan yakni :
Putusan Sela ( Putusan interlokutoir)
Putusan Akhir

Putusan Sela
Adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.

 Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu :

Putusan Preparatoir, putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir

Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir

Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.

Putusan provisional, putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.

Contoh Putusan Sela
penggugat yaitu penyewa rumah mengajukan gugatan perdata terhadap tergugat yang telah merusakkan atap rumah sewaan, sedangkan waktu itu adalah musim hujan. Oleh karena itu, hakim diminta segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat dihukum untuk segera memperbaiki atap rumah yang rusak.


Contoh lain, yaitu seorang istri yang mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Seorang istri mohon agar diperkenankan untuk meninggalkan tempat tinggal bersama selama proses berlangsung. Hakim yang memeriksa akan menjatuhkan putusan sela atas permohonan untuk meninggalkan tempat tinggal bersama tersebut. Putusan provisional selalu dapat dilaksanakan terlebih dahulu (Pasal 180 HIR).
Putusan Akhir
 Adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA.

Macam-macam putusan akhir adalah sbb. :
Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata, misalnya menerangkan bahwa A adalah ahli waris dari B dan C.

Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya putusan yang menyatakan seseorang jatuh pailit.

Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman, misalnya pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan yang ada diatasnya untuk membayar hutangnya.

Kekuatan Putusan
Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu.

 Jenis-jenis Kekuatan Putusan yaitu :

1.   Kekuatan Mengikat
Kekuatan mengikat ini karena kedua pihak telah bersepakat untukmenyerahkan kepada pengadilan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara mereka, maka dengan demikian kedua pihak harus tunduk terhadap putusan yang dibuat oleh pengadilan atau hakim.

2.   Kekuatan Pembuktian
Putusan pengadilan yang dituangkan dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang dapat dipergunakan sebagai alat bukti oleh kedua pihak apabila diperlukan sewaktu – waktu oleh para pihak untuk mengajukan upaya hukum.

 3.   Kekuatan Executorial
Putusan hakim atau putusan pengadilan adalah kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa oleh para pihak dengan bantuan  alat – alat negara terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela.

Asas Putusan Hakim
Dalam Pasal 178 H.I.R, Pasal 189 R.Bg. wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi tugas untuk  selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan oleh undang-undang, agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum.

Agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum, maka  putusan tersebut harus :

1.  Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
Artinya harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup, memuat dasar dasar putusan, serta menampilkan pasal  dalam peraturan undang – undang tertentu yang berhubungan dengan perkara yang diputus, serta berdasarkan sumber hukum lainnya, baik berupa yurisprudensi, hukum kebiasaan atau hukum adat baik tertulis maupun tidak tertulis. Bahkan menurut pasal 178 ayat (1) hakim wajb mencukupkan segala alasan hukm yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara.


2.  Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (2) H.I.R., Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan Pasal 50 Rv. Yakni, Hakim dalam setiap keputusannya harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi tuntutan dan mengabaikan gugatan selebihnya. Hakim tidak boleh hanya memeriksa sebagian saja dari tuntutan yang diajukan oleh penggugat.


3.   Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Menurut asas ini hakim tidak boleh memutus melebihi gugatan yang diajukan (ultra petitum partium). Sehingga menurut asas ini hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugatan dianggap telah melampaui batas kewenangan atau ultra vires harus dinyatakan cacat atau invalid, meskipun hal itu dilakukan dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (3) H.I.R., Pasal 189 ayat (3) R.Bg. dan Pasal 50 Rv.


4.   Diucapkan di Muka Umum
Prinsip putusan diucapkan dalam sidang terbuka ini ditegaskan dalam Undang undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20. Hal ini tidak terkecuali terhadap pemeriksaan yang dilakukan dalam sidang tertutup, khususnya dalam bidang hukum keluarga, misalnya perkara perceraian, sebab meskipun perundangan membenarkan perkara perceraian diperiksa dengan cara tertutup.


Dalam pasal 34 ayat (1) PP No. 9 tahun 1975 menegaskan bahwa putusan gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sehingga prinsip keterbukaan ini bersifat memaksa (imperative), tidak dapat dikesampingkan, pelnggaran terhadap prinsip ini dapat mengakibatkan putusan menjadi cacat hukum.

Susunan dan Isi Putusan Pengadilan
Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai asas yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat.
Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR , Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004.

Menurut ketentuan undang undang, setiap putusan harus memuat hal- hal sebagai berikut :

1.  Kepala Putusan
Suatu putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut.


2.   Identitas pihak yang berperkara
Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan dan nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.


4.   Pertimbangan atau alasan-alasan
Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu  pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.
Pasal 184 HIR/195 RBG menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.



4.   Amar atau diktum putusan
Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu. Dalam diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok perselisihan.


5.   Mencantumkan Biaya Perkara
Pencantuman biaya perkara dalam putusan diatur dalam pasal 184 ayat (1) H.I.R dan pasal 187 R.Bg., bahkan dalam 183 ayat (1) H.I.R. dan pasal 194 R.Bg. dinyatakan bahwa banyaknya biaya perkara yang dijatuhkan kepada pihak yang berperkara.